Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno, ethikos, berarti timbul dari kebiasaan. Etika memiliki banyak makna antara lain:
◦ Semangat khas kelompok tertentu, misalnya ethos kerja, kode etik kelompok profesi.
◦ Norma-norma yang dianut oleh kelompok, golongan masyarakat tertentu mengenai perbuatan yang baik dan benar.
◦ Studi tentang prinsip-prinsip perilaku baik dan benar sebagai falsafat moral. Etika sebagai refleksi kritis dan rasional tentang norma-norma yang terwujud dalam perilaku hidup manusia.
◦ Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.
Etika juga memiliki pengertian arti yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang masing-masing pengguna :
- Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian formal tentang moralitas.
- Bagi sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang dari lingkungan budaya tertentu.
- Bagi praktisi profesional termasuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya etika berarti kewajiban dan tanggung jawab memenuhi harapan (ekspektasi) profesi dan masyarakat, serta bertindak dengan cara-cara yang profesional. Jadi etika adalah salah satu kaidah yang menjaga terjalinnya interaksi antara pemberi dan penerima jasa profesi secara wajar, jujur, adil, profesional, dan terhormat.
- Bagi eksekutif puncak, etika berarti kewajiban dan tanggung jawab khusus terhadap stakeholder (pemangku kepentingan), terhadap organisasi dan staff, terhadap diri sendiri dan profesi, terhadap pemerintah dan pada tingkat akhir walaupun tidak langsung terhadap masyarakat. Wajar, jujur, adil, profesional dan terhormat
- Bagi asosiasi profesi, etika adalah kesepakatan bersama dan pedoman untuk diterapkan dan dipatuhi semua anggota asosiasi tentang apa yang dinilai baik dan buruk dalam pelaksanaan dan pelayanan profesi itu
Teori-Teori Etika
- Teori Teleologi
- Teori Deontologi
- Teori Etika Keutamaan
Teori Teleologi
Dalam buku karangan Kusmanadji (2004, II-1-II-2) dikemukakan bahwa teori teleologi disebut juga teori konsekuensialis, menyatakan bahwa nilai moral suatu tindakan ditentukan semata-mata oleh konsekuensi tindakan tersebut. Benar atau salahnya tindakan di tentukan oleh hasil atau akibat dari tindakan tersebut. Maka, yang menyebabkan tindakan itu benar atau salah adalah bukan tindakan itu sendiri melainkan akibat dari tindakan tersebut. Akibat dalam hal ini adalah konsekuensi baik. Oleh karena itu, kebaikan merupakan konsep fundamental dalam teori teleleologi.
Menurut Aristoteles, Etika teleologis atau Etika Aristoteles, yakni etika yang mengukur benar/salahnya tindakan manusia dari menunjang tidaknya tindakan tersebut ke arah pencapaian tujuan(telos) akhir yang ditetapkan sebagai tujuan hidup manusia. Setiap tindakan menurut Aristoteles diarahkan pada suatu tujuan, yakni pada yang baik(agathos). Yang baik adalah apa yang secara kodrati menjadi arah tujuan akhir(causa finalis) adanya sesuatu yang baik yang menjadi tujuan akhir hidup manusia menurut dia adalah kebahagiaan atau kesejahteraan (eudaimonia). Itulah sebabnya teori etikanya sering disebut sebagai teori etika Eudaimonisme.
Ucok Sarimah (2008, 5-6) membedakan teori teleleologi menjadi 3, yaitu:
- Egoisme Etis, Suatu ti ndakan benar atau salah tergantung semata-mata pada baik buruknya akibat tindakan tersebut bagi pelakunya.
- Altruisme Etis, Berlawanan dengan egoisme etis, bahwa baik buruknya suatu tindakan ditentukan oleh baik buruknya akibat tindakan tersebut terhadap orang lain, kecuali pelaku.
- Utilitarianisme, Gabungan antara egoisme etis dan altruisme etis, bahwa benar salahnya tindakan tergantung pada baik buruknya konsekuensi ti ndakan tersebut bagi siapa saja yang dipengaruhi ol eh tindakan tersebut.
Dari ketiga teori tersebut, teori teleleologi yang sangat menonjol adalah utilitarianisme yang biasanya dihubungkan dengan filsuf Inggris, Jeremy Betham dan John Stuart Mill. Sesuai dengan namanya utilitarisme berasal dari kata utility dengan bahasa latinnya utilis yang arti nya “bermanfaat” dalam mengukur baik dan buruk. Kebaikan di defi nisikan sebagai kesenangan sedangkan keburukan didefi nisikan sebagai kesedi han. Bentuk klasik utilitarianisme dinyatakan sebagai berikut: “Suatu tindakan adal ah benar jika dan hanya jika ti ndakan itu menghasilkan selisih terbesar kesenangan di atas kesedihan bagi setiap orang.”
Dalam buku karangan Kusmanadji (2004, 2), Utilitarianisme mencakup empat prinsip, yaitu:
Konsekuensialisme, prinsip yang berpendirian bahwa kebenaran tindakan ditentukan semata-mata oleh konsekuensinya.
Hedonisme, manfaat (utility) dalam teori ini didefinisikan sebagai kesenangan dan tidak adanya kesedihan. Hedonisme adalah prinsip bahwa kesenangan dan hanya kesenanganlah yang merupakan perbuatantertinggi .
Maksimalisme, tindakan yang benar adalah tindakan yang tidak hanya memiliki konsekuensi berupa beberapa kebaikan, tetapi juga jumlah terbesar konsekuensi baik setelah memperhitungkan konsekuensi buruk.
Universalisme, konsekuensi yang harus dipertimbangkan adalah konsekuensi bagi setiap orang.
- Teori Deontologi
Menurut Teori Deontologi perbuatan tertentu adalah benar bukan karena manfaat bagi kita sendiri atau orang lain tetapi karena sifat atau hakikat perbuatan itu sendiri atau kaidah yang diikuti untuk berbuat. Dalam buku karangan Ucok Sarimah (2008, 6) dalam kaitannnya dengan teori deontologi dikenal:
- Deontologi Tindakan Menurut teori ini, bila seseorang dihadapkan pada situasi dimana harus mengambil keputusan, seseorang harus segera memahami apa yang harus dilakukan tanpa mendasarkan pada peraturan atau pedoman.
- Deontologi Kaidah, Suatu tindakan benar atau salah karena kesesuaian atau tidak sesuainya dengan suatu prinsip moral yang benar.
- Deontologi Monistik, Teori ini mendukung suatu kaidah umum seperti “the golden rule” sebagi rinsip moral tertinggi yang menjadi dasar untuk menurunkan kaidah atau prinsip-prinsip moral lainnya.
- Dentologi Pluralistik, Teori ini dikemukakan oleh William David Ross yang mengidentifikasi tujuh kewajiban moral pada pandangan pertama(prime face).
Teori Deontologi sebenarnya sudah ada sejak periode filsafat Yunani Kuno, tetapi baru mulai diberi perhatian setelah diberi penjelasan dan pendasaran logis oleh filsuf Jerman yaitu Immanuel Kant. Kata deon berasal dari Yunani yang artinya kewajiban. Sudah jelas kelihatan bahwa teori deontologi menekankan pada pelaksanaan kewajiban. Suatu perbuatan akan baik jika didasari atas pelaksanaan kewajiban, jadi selama melakukan kewajiban berarti sudah melakukan kebaikan. Deontologi tidak terpasak pada konsekuensi perbuatan, dengan kata lain deontologi melaksanakan terlebih dahulu tanpa memikirkan akibatnya. Berbeda dengan utilitarisme yang mempertimbangkan hasilnya lalu dilakukan perbuatannya
Kewajiban menurut deontologi, contoh utuk mempermudah dalam memahaminya. Misalnya, tidak boleh menghina, membantu orang tua, membayar hutang, dan tidak berbohong adalah perbuatan yang bisa diterima secara universal. Jika ditanya secara langsung apakah boleh menghina orang? Tidak boleh, apakah boleh membantu orang tua? Tentu itu harus. Semua orang bisa terima bahwa berbohong adalah buruk dan membantu orang tua adalah baik. Nah, kira-kira seperti itulah kewajiban yang dimaksud.
- Teori Keutamaan(Virtue).
Teori keutamaan (virtue) adal ah teori yang memandang sikap atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati, melainkan: apakah orang itu bersikap adil, jujur, murah hati, dan sebagainya. (Vel asquez;2005) .
Isu utama teori keutamaan adalah membicarakan tentang karakter apa saja yang membuat seseorang sebagai orang baik secara moral. Teori keutamaan sering juga dikatakan sebagai teori yang membicarakan tentang karakter yang merupakan keutamaan moral. Karakter yang pada umumnya dianggap sebagai keutamaan moral adalah watak baik yang ada pada seti ap individu
Tiga Bagian Utama Etika
- Meta-Etika (Studi Konsep Etika)
Meta-Etika sebagai suatu jalan menuju konsepsi atas benar atau tidaknya suatu tindakan atau peristiwa. Dalam meta-etika, tindakan atau peristiwa yang dibahas dipelajari berdasarkan hal itu sendiri dan dampak yang dibuatnya.
Sebagai contoh,”Seorang anak menendang bola hingga kaca jendela pecah.“ Secara meta-etis, baik-buruknya tindakan tersebut harus dilihat menurut sudut pandang yang netral. Pertama, dari sudut pandang si anak, bukanlah suatu kesalahan apabila ia menendang bola ketika sedang bermain, karena memang dunianya (dunia anak-anak) adalah bermain, ia tidak sengaja melakukannya. Akan tetapi kalau dilihat dari pihak pemilik jendela, tentu ia akan mendefinisikan hal ini sebagai kesalahan yang telah dibuat oleh si anak. Si pemilik jendela berasumsi demikian karena ia merasa dirinya telah dirugikan
2. Etika Normatif (Studi Penentuan Nilai Etika).
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat
3. Etika Terapan (Studi Penggunaan Nilai-Nilai Etika).
Etika terapan memberi pemahaman tentang spektrum bidang terapan etika sekaligus menunjukkan bahwa etika merupakan pengetahuan praktis. Berbagai bidang terapan di antaranya adalah bidang kesehatan, tanggung-jawab sosial perusahaan atau yang biasa dikenal dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR), pengolahan tanah, dan masih banyak lainnya.
Prinsip Dalam Etika
Salah satu karakteristik pokok sudut pandang etika adalah objektivitas atau ketidak berpihakan (impartiality), artinya setiap hubungan khusus yang kita miliki dengan orang-orang (keluarga, teman, pegawai) harus dikesampingkan pada saat kita mengambil keputusan atau melakukan tindakan
Manfaat Etika
- Mengajak orang bersikap kritis dan rasional dalam mengambil keputusan secara otonom; mengarahkan perkembangan masyarakat menuju suasana yang tertib, teratur, damai dan sejahtera.
- Mencegah ‘power tends to corrupt”, Absolute power corrupts absolutely”. Artinya Kekuasaan cenderung disalahgunakan, jika kekuasaan itu absolut, penyalahgunaannyapun absolute. Jadi kekuasaan harus disertai dengan pengawasan dan penegakan hukum. “the end justifies the means, even at all out”tujuan menghalalkan segala cara, apapun resikonya, pokoknya menang atau untung, sehingga siapapun yang merintangi harus disingkirkan atau dilibas.
- Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak
- Mencegah agar orang tidak mengalami krisis moral yang berkepanjangan. Etika dapat membangkitkan kembali semangat hidup agar manusia dapat menjadi manusia yang baik dan bijaksana melalui eksistensi profesinya